Menyoal Rohingya di Indonesia

Ilustrasi Pengungsi Rohingya yang datang ke Indonesia. (Ilustrasi: Neisa Berriela Mumtaz/Job)

Suaramahasiswa.info, Unisba– Akhir-akhir ini media sosial kerap menampilkan bangsa Rohingya yang bermigrasi ke beberapa negara untuk mencari tempat pengungsian, seperti Bangladesh, Malaysia, Thailand, India, Nepal, dan Indonesia. Beberapa negara tersebut memberikan respon yang cukup berbeda, sebagian negara menyambut kedatangannya karena alasan kemanusiaan, namun sebagian lain justru menolak karena perilakunya yang dinilai buruk.  

Rohingya merupakan salah satu kelompok etnis minoritas di Rakhine, Myanmar Barat, yang kebanyakan beragama Islam. Mereka pun dianggap sebagai orang Bengali dari Bangladesh. 

Sejak tahun 1982, pemerintah Myanmar menolak status kewarganegaraan Rohingya karena migrasi di masa penjajahan dianggap sebagai tindakan ilegal dan tidak termasuk etnis resmi. Akibatnya, seluruh akses kehidupannya menjadi terbatas, seperti belajar, bekerja, berpergian, menikah, menjalankan agama, dan layanan kesehatan. 

Tidak cukup dengan dibatasi aksesnya, mereka pun mendapat perlakuan buruk dari warga setempat, seperti pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, dan ancaman lainnya. Bahkan, pada tahun 2017 Rohingya mengalami kekerasan besar-besaran. 

Hal itu membuat mereka terpaksa harus melarikan diri ke negara lain untuk mencari perlindungan, salah satunya Indonesia. Dilansir dari cnbcindonesia.com, sekitar 400 pengungsi Rohingya tiba menggunakan kapal kayu di provinsi aceh pada Minggu, (10/12). Sebelum itu, badan pengungsi PBB (UNHCR) menyatakan sejak bulan November ada sekitar 1.200 pengungsi Rohingya yang mendarat di Indonesia.

Awalnya kedatangan tersebut mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat Aceh.  Mereka menyambut dengan rasa persaudaraan dan kekeluargaan sebagai bentuk keramahan masyarakat Aceh. 

Selain itu, mereka bersimpati atas dasar kemanusiaan karena Rohingya mengalami penindasan di negara asalnya. Warga setempat akhirnya memberikan bantuan berupa makanan, air mineral, dan mie instan.   

Berbanding terbalik dengan respon pengungsi Rohingya, mereka justru melakukan hal yang dinilai tidak sesuai dengan norma setempat, seperti kabur dari tempat penampungan dan membuang bantuan yang diberikan ke laut. Hal itu membuat beberapa warga Aceh resah serta menolak memberi bantuan dan tidak lagi menerima pengungsi Rohingya.

Meski penolakan warga setempat terus terjadi, pemerintah Indonesia memutuskan untuk tetap menampung dan memberi bantuan kepada pengungsi Rohingya. Presiden Indonesia Joko Widodo melalui kanal youtube Sekretariat Presiden menjelaskan sementara ini pemerintah Indonesia akan menampung pengungsi Rohingya serta berkoordinasi dengan organisasi-organisasi internasional untuk membahas penanganan yang harus dilakukan. 

Saat ini, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang masih membuka diri melakukan penerimaan terhadap pengungsi Rohingya. Meski tidak meratifikasi konvensi 1951 tentang status pengungsi, Indonesia telah meratifikasi Deklarasi Universal HAM 1948 melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Di dalamnya berisi pasal-pasal tentang hak bagi setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, termasuk hak untuk hidup, berpindah, rasa aman, dan hak memperoleh kesejahteraan.

Terlepas dari perilakunya, para pengungsi Rohingya seharusnya tetap  memiliki hak hidup yang harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan. Dengan begitu, rasa simpati atas dasar kemanusiaan bisa terus lestari. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berisi bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa.

Penulis: Neisa Berriela Mumtazah/Job

Editor: Melani Sri Intan/SM

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *